·
Konsep Awal Public Relations
Pada awalnya, istilah public relations memiliki konsep yang sama pentingnya
dengan konsep‐konsep lainnya seperti pemasaran, produksi, keuangan, dll. Coba
saja kita lihat definisi tentang public relations (PR), dari sekian banyak
definisi tentang PR, salah satu diantaranya seperti diungkapkan oleh British Institute of Public Relations (IPR)
menyatakan bahwa “PR is about reputation (the result of what you do, what you
say & what others say about you). PR Practice is the discipline which looks
after reputation with the aim of earning understanding & support, &
influencing opinion & behavior”.
Menurut IPR, PR terkait dengan reputasi, meskipun tampaknya mudah
namun peng rtian tugas dan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang PR sangatlah
berat, karena reputasi positif tidaklah terbentuk begitu saja. Reputasi positif
hanya dapat diperoleh dengan perjuangan dan kerja keras yang harus dilakukan
organisasi. Perjuangan dan kerja keras ini meliputi apa yang dilakukan organisasi,
apa yang dikatakan oleh organisasi, dan apa yang dikatakan publik tentang
organisasi. Bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Menurut Charle s Fombrun, seorang professor di Stren School of Businees,
New York University yang juga seorang kepala editor jurnal Corporate Reputation
Review, menyatakan “reputation as the sum of the images the various
constituencies have of an organization” (Fombrun, 1996), dari sini dapat
dilihat bahwa reputasi terbentuk dari sejumlah citra yang diberikan kepada organisasi
oleh publiknya. Sementara citra memiliki pengertian sebagai refleksi dari
realitas suatu organisasi, sebuah realitas yang dilihat dari sudut pandang
publik organisasi (Argenti, 2007, p.66). Beragam citra sebuah organisasi akan
terbentuk tergantung pada siapa publik yang terlibat. Citra dibentuk dari
identitas organisasi atau korporasi (corporate identity).
Oleh karena itu identitas adalah manifestasi visual dari citra
yang disampaikan melalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis, seragam, dan
benda‐benda lain yang tampak (tangible), yang dibuat oleh organisasi untuk
berkomunikasi dengan khalayaknya. Selanjutnya khalayak akan mempersepsi citra
sebuah organisasi berdasarkan pada pesan yang dikirimkan organisasi dalam
bentuk identitas organisasi yang terlihat tersebut (Argenti, 2007, p.79). Jika
identitas ini benar‐benar merupakan bayangan nyata organisasi, maka program
identitas ini bisa dinyatakan sukses. Dan jika persepsi khalayak ternyata
berbeda dengan realitas yang ingin ditampilkan organisasi, maka bisa dikatakan
strateginya tidak efektif atau pemahaman organisasi akan dirinya sendiri perlu
untuk dimodifikasi.
Dari sini dapat dilihat keterkaitan antara budaya organisasi,
identitas organisasi, citra, dan reputasi. Budaya organisasi seringkali
dikatakan sebagai sesuatu yang tidak berwujud (intangible), oleh karena itu
untuk mengukur bagaimana implementasi budaya organisasi akan dimanife stasikan
secara visual melalui identitas organisasi yang wujudnya dapat dilihat pada
nama, merek, simbol, dan penampilan organisasi. Kenyataan yang tampak pada nama,
merek, simbol, dan penampilan organisasi inilah yang akan menimbulkan citra
pada publik organisasi. Publik selanjutnya akan menerima realitas dari
organisasi tersebut melalui identitas yang ditampilkan. Kumpulan citra
organisasi yang diberikan oleh publik inilah yang kemudian menjadi reputasi
organisasi. Apakah positif atau negatif tergantung pada bagaimana organisasi tersebut
menampilkan realitasnya kepada publik.
Definisi lain tentang PR adalah menurut International Public Relations
Association (IPRA), yang merupakan wadah PR Internasional, menyatakan bahwa PR
merupakan fungsi manajemen yang direncanakan dan dijalankan secara
berkesinambungan oleh organisasi, lembaga umum maupun pribadi untuk memperoleh
dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan publik dengan cara menilai
opini publik, yang bertujuan untuk menghubungkan kebijaksanaan dan prosedur,
guna mencapai kerja sama yang lebih produktif dan untuk memenuhi kepentingan
bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan komunikasi yang te rencana dan
tersebar luas. Mengacu pada definisi di atas dapat dilihat bahwa pada intinya seorang
PR harus memahami 5 hal utama yaitu :
1.
Paham bahwa
PR merupakan fungsi manajemen
2.
Semua
kegiatannya dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh dan membina saling pengertian,
simpati dan dukungan publik
3.
Dengan cara
menilai opini publik
4.
Untuk
mencapai kerja sama dan kepentingan bersama
5.
Melalui
kegiatan komunikasi yang terencana dan tersebar luas.
Sekarang coba kita cermati satu per satu, (1) PR merupakan fungsi manajemen,
oleh karena itu manajemen di semua organisasi harus memerhatikan PR dan dalam
upaya menjalankan fungsi manajemen ini, seorang PR harus mendasarkan
kegiatannya pada perumusan masalah (fact finding), perencanaan, aksi dan
komunikasi, serta evaluasi atau yang diperkenalkan oleh Cutlip dan Center
dengan istilah Proses PR. Proses PR selalu diawali dan diakhiri dengan
penelitian karena didalamnya mencakup perumusan masalah dan evaluasi yang
semuanya hanya dapat dijawab melalui penelitian.
Dari hasil penelitian ini kemudian seorang PR sudah menemukan
penyebab timbulnya masalah dan sudah siap dengan langkah-langkah pemecahan atau
pencegahan. Langkah‐langkah tersebut dirumuskan dalam bentuk rencana dan
program. Seringkali kegiatan perencanaan lupa dilakukan oleh seorang PR dan
langsung masuk ke tahap selanjutnya. Meskipun tidak jarang tindakan ini membawa
hasil yang tidak buruk, namun langsung masuk ke tahap aksi tidak disarankan
untuk dilakukan karena terlalu tinggi risikonya bagi reputasi perusahaan. Dari
perencanaan, kemudian melangkah ke tahap aksi dan komunikasi yang berusaha
untuk menjawab pertanyaan “how do we do it and say it”. Dan tahapan yang
terakhir adalah evaluasi dimana pada tahap ini PR perlu melakukan evaluasi atas
langkah‐langkah yang te lah diambil. Tahap ini melibatkan pengukuran atas
hasil
tindakan di masa lalu.
Proses PR yang juga terkait dengan fungsi manajemen ini dilakukan
sebagai upaya untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan
dukungan publik. Mengapa saling pengertian, simpati, dan dukungan publik
penting bagi sebuah organisasi? Jika mengacu pada definisi menurut British
Institute of Public Relations, PR te rkait dengan reputasi. Bagaimana reputasi
yang baik akan te rbentuk jika tidak ada saling pengertian, tidak ada simpati,
dan tidak ada dukungan publik terhadap sebuah organisasi. Disinilah PR berperan
untuk membentuk opini publik yang positif
sehingga
reputasi positif pun akan te rbentuk dengan adanya kesamaan pengertian,
munculnya simpati, dan adanya dukungan publik terhadap apa yang dilakukan serta
dikatakan oleh organisasi.
Seringkali PR juga dikaitkan dengan opini publik, dan ini penting dikelola
oleh seorang PR. Opini publik memang merupakan hal yang mendasar bagi pekerjaan
seorang praktisi PR. Bahkan hubungan yang dilakukan oleh organisasi mana pun di
dunia tidak lepas dari munculnya opini di dalam masyarakat. Mengapa opini ini
kemudian menjadi suatu hal yang penting, tentu dapat dilihat dari sifat
komunikasi yang dilakukan manusia dalam kedudukannya sebagai individu maupun
sebagai bagian dari masyarakat secara luas. Kedua peran ini tentu menyebabkan
perlu dilakukannya pengelolaan opini publik agar te tap te rcipta saling
pengertian, simpati, dan dukungan publik.
·
10 Prinsip Dasar Fungsi dan Peran
PR
Organisasi memang harus menampilkan sebuah realitas kepada publik
dan publik selanjutnya akan mempersepsi organisasi tersebut berdasarkan
realitas yang mereka te rima. Oleh karena itu, berdasarkan definisi PR te
rsebut di atas, dapat disimpulkan bahwa PR sebuah organisasi akan menjalankan
peran untuk mengelola manajemen komunikasi, manajemen reputasi, dan manajemen
hubungan antara publik dengan organisasi (Newsome, 2003, p.3).
Dari peran inilah maka gambaran 10 prinsip dasar yang harus
dilakukan dan dimiliki praktisi PR dalam menjalankan fungsi dan perannya adalah
:
1.
PR bekerja
dengan realitas (fakta), dan bukan fiksi.
2.
PR bekerja
dengan publik (khalayak aktif) dan tidak didasarkan pada hubungan secara
pribadi. Seorang praktisi PR memang harus pandai membangun personal relations tetapi
orientasi layanan yang dibe rikan didasarkan pada kepentingan publik dan bukan
perseorangan.
3.
Kepentingan
publik harus menjadi acuan utama penyelenggaraan sebuah program atau kebijakan,
oleh karena itu seorang PR harus bisa mengatakan ”tidak” pada program dan
kebijakan yang hanya menguntungkan orang-orang tertentu saja.
4.
Karena PR
berkewajiban untuk dapat mencapai beragam publik maka digunakan media massa,
oleh sebab itu integritas media massa te rsebut harus dapat dipertanggung jawabkan.
5.
Karena PR
menjembatani hubungan antara organisasi dengan publiknya, maka praktisi PR
harusnya seorang komunikator yang handal hingga pengertian antara organisasi
dan publiknya dapat tercapai.
6.
PR harus
bisa menggunakan riset opini publik yang dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan, dalam upaya mencapai komunikasi dua arah dan menjalankan tanggung jawabnya
sebagai seorang komunikator.
7.
Seorang PR
juga harus mampu menggunakan pendekatan keilmuan te rutama ilmu sosial seperti
psikologi, sosiologi, psikologi sosial, opini publik, komunikasi, dan semantik,
untuk dapat memahami publik organisasi.
8.
Bidang kerja
PR membutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu, oleh karena itu praktisi PR wajib
menguasai beragam disiplin ilmu.
9.
Seorang praktisi
PR juga harus waspada terhadap masalah yang terjadi sehingga masalah tersebut
tidak akan berubah menjadi krisis.
10.
Praktisi PR
harus bisa dinilai berdasarkan ethical performancenya.
Inti dari kegiatan Humas Public Relations adalah melakukan
komunikasi, baik yang ditujukan kepada internal maupun eksternal organisasi/
lembaga. Prinsip komunikasi yang efektif adalah, komunikator harus berorientasi
kepada komunikan. Padahal komunikan/sasaran public relations memiliki
karakteristik yang berbeda dan kepentingan yang berbeda kepada organisasi.
Perbedaan ini yang mengharuskan pendekatan public relations juga harus berbeda.
Untuk itulah diperlukan suatu strategi agar pelayanan informasi dapat dilakukan
secara efektif.
Strategi Public Relations adalah alternatif optimal yang dipilih
untuk ditempuh guna mencapai tujuan dalam kerangka suatu rencana Public
Relations. Tujuan Public Relations untuk menegakan dan mengembangkan citra
menguntungkan (favorable image) bagi suatu organisasi /lembaga. Untuk mencapai
tujuan tersebut, kegiatan Public Relations diarahkan pada upaya menggarap
persepsi para stakeholders, tempat berakarnya sikap mereka. Jika penggarapannya
berhasil, akan diperoleh sikap menguntungkan. Jika sikap ini diungkapkan, ia
menjadi opini yang menguntungkan. Opini yang menguntungkan pada gilirannya akan
membentuk citra yang menguntungkan.
Dalam menyusun strategi pelayanan informasi, ada empat hal yang
perlu mendapat perhatian, yaitu ; kredibilitas public relations officer ( PRO
), adanya koordinasi yang kuat dalam lingkungan lembaga, terjalinnya hubungan
yang harmonis antara PRO dengan sumber informasi serta kemasan kreativitas
pesan berdasarkan khalayak sasaran (target audience ).
Sumber :
“Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X Vol. 1 No.2
Juli 2007”
“Jurnal Komunikologi Vol. 2
No. 1, Maret 2005”